Langkah antisipatif dampak pembangunan proyek jalan layang non-tol (JLNT) atau flyover Pangeran Antasari-BlokM tak boleh disepelekan. Koordinasi dengan kepolisian dan masalah lingkungan sempat terkesampingkan. Sebab, proyek ini diramal hanya akan menambah kemacetan makin parah saja.
Seperti diketahui, proyek JLNT rencananya rampung pada 2012 ini, membentang dari Pasar Inpres Cipete hingga Lapangan Mabak Blok M. Menurut Kepala Bidang Jembatan Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI Jakarta Novizal, proyek pembangunan flyover Antasari dan flyover Casablanca yang sedang proses pembangunan oleh Pemprov DKI Jakarta, menelan biaya Rp 1,28 triliun.
“Untuk jalan layang Antasari nilainya Rp 737 miliar dan jalan layang Casblanca DKI adalah sisanya,” ujar Novizal.
Panjang flyover Antasari, jelasnya, diperkirakan sejauh 4,8 km dengan lebar 8,75 meter untuk satu jalur. Total lebar jalan layang menjadi 17,5 meter karena akan dibuat dua jalur, dengan ketinggian 10 meter dari jalan yang telah dibangun sebelumnya.
Namun, pembangunan flyover ini juga ditanggapi miring oleh sebagian warga. Pemprov tak boleh menyepelekan ini. Adanya ancaman kemacetan sebagai dampak pembangunan proyek tersebut, juga banyaknya ruang terbuka hijau (RTH) yang akan dikorbankan, harus segera ditindaklanjuti.
Salah satu komentar itu malah disampaikan Direktorat Lalulintas Jalan Raya (Ditlantas) Polda Metro Jaya. Pihak Ditlantas menyesalkan kelambanan Pemprov DKI berkoordinasi dengan kepolisian terkait proyek ini.
“Pembangunan jalan layang tersebut memang untuk mengurai kemacetan. Polisi menyilakan saja agar jalan layang itu dibuat. Tapi ingat, perlu kerja sama untuk pengalihan arus,” ungkap Direktur Lalulintas Polda Metro Jaya Kombes Royke Lumowa.
Dampak kemacetan yang ditimbulkan dari proyek tersebut memang sangat dirasakan pada saat awal pembangunannya. Bayu, 22 tahun, seorang pengendara motor mengatakan, jalanan di sana memang sudah biasa macet. Dengan adanya pembangunan ini, menurutnya, kemacetannya semakin parah.
Dari kantor Walikota Jakarta Selatan sampai terminal bus Blok M bisa menghabiskan waktu 30 menit,” cetusnya. Saat ini, lanjutnya, kemacetan memang sedikit berkurang dengan adanya pengalihan jalan yang dilakukan pihak kepolisian.
Selain dampak kemacetan, pembanguan tersebut dikhawatirkan berdampak pula pada lingkungan. Sebagaimana yang diungkapkan pengamat Satuan Khusus Lingkungan Hidup (Environmental Task Force) Ahmad Safrudin, pembangunan flyover ini pastinya akan mengurangi RTH yang pasti pula berdampak besar pada lingkungan.
Dia mengaku menyesalkan mengapa Pemprov tidak belajar dari beberapa negara yang sudah meninggalkan tradisi menambah jalan layang ini, seperti New Delhi (India) dan sebagian negara Amerika Latin. Dia juga mencontohkan kota-kota Asia lainnya seperti di Seoul, Korea Selatan (Korsel).
Di Seoul, pemerintah Korsel pernah membangun proyek jalan layang pada 1968 untuk mengatasi kemacetan. Tapi setelah 35 tahun, kemacetan tetap tidak terselesaikan. Kemudian jalan layang tersebut akhirnya diruntuhkan, dan dikembalikan pada fungsinya sediakala.
“Pembangunan jalan layang non tol Antasari-Blok M dan Kampung Melayu-Tanah Abang tidak akan mengatasi kemacetan. Sebaliknya, hanya melanggengkan kemacetan di Jakarta,” tegas Safrudin.
Sementara Ketua Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Ubaidillah berpendapat, proyek jalan layang tersebut hanya sebagai solusi sementara penanggulangan kemacetan.
Menurutnya adanya flyover yang akan menambah ruas jalan, justru semakin memicu pertumbuhan pengguna kendaraan pribadi. Ubai juga mengingatkan Pemprov DKI Jakarta agar pembangunan flyover itu tidak merusak kondisi lingkungan.
Ubai berharap, ada langkah rehabilitasi Pemprov DKI mengembalikan kawasan tersebut kembali menjadi ramah lingkungan pasca pembangunan flyover tersebut.
Sedangkan aktivis Koalisi Warga Jakarta Shanty Syahril menilai, Pemprov DKI Jakarta hanya mengacu pada rasio jalan dalam upaya mengurai kemacetan. Padahal, yang seharusnya dipakai adalah transportasi publik. “Pembangunan proyek ini sebagai bentuk inkonsistensi pemprov yang selama ini selalu mewacanakan transportasi publik, tapi malah membangun jalan layang,” tukas Shanty. [RM]
Sumber : http://nusantara.rakyatmerdeka.co.id/news.php?id=20936
Tidak ada komentar:
Posting Komentar